Harga BBM Naik, Ekonom UNAIR: Ujung-ujungnya Konsumen yang Kena

    Harga BBM Naik, Ekonom UNAIR: Ujung-ujungnya Konsumen yang Kena
    Ilustrasi Kenaikan Harga BBM Bersubsidi (Foto : Antara)

    SURABAYA – Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan non-subsidi pada (3/9/2022). Hal tersebut langsung diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta. Tentunya, hal tersebut berdampak terhadap penyesuaian harga sejumlah komoditas. Sejumlah kalangan memprotes kenaikan tersebut.

    Pengamat Ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR), Dr Wisnu Wibowo, menilai bahwa Indonesia sedang menghadapi tantangan sustainability fiscal sehingga kesimbangan APBN harus terus dijaga dengan memastikan defisit tidak mencapai tiga persen terhadap PDB.

    “Kalo kemudian (Subsidi) tidak dikendalikan, maka akan menggerus alokasi APBN untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran produktif lainnya yang sebenarnya tidak kalah strategis dan pentingnya, ” tuturnya pada Minggu (11/9/2022).

    Baginya, perbaikan skema penyaluran subsidi harus menjadi prioritas. Menurutnya, kunci dari pemberian subsidi ialah efektif dan tepat sasaran. Pemulihan serta perbaikan sistem yang terintegrasi agar dapat memilah sasaran dengan tepat perlu ditingkatkan.

    Pakar Ekonomi UNAIR, Dr Wisnu Wibowo SE MSi. (Foto: Istimewa)

    Basis data, ujarnya, dapat dibangun dengan optimalisasi aplikasi My Pertamina. Memang, setiap perubahan akan memberikan efek kejut terhadap masyarakat. Bagi Wisnu, pengendalian subsidi dapat dilakukan dengan penyesuaian harga ataupun dengan penurunan kuantitas, tentunya regulasi menjadi kunci.

    “Kita lihat di pertamina, di SPBU, kan belum ada. Siapapun itu  boleh untuk mengakses jenis BBM yang bersubsidi, misalnya solar, premium, pertalite. Sebagian besar komponen subsidi ada di pertalite yang banyak dikonsumsi masyarakat, ” tambah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR tersebut.

    Konsumen Terdampak Besar

    Kenaikan BBM yang cukup besar, yakni sekitar 30 persen, tentunya akan berdampak di berbagai sektor. Bagi sektor industri, banyak yang menjadikan bahan bakar sebagai input, sehingga ketika input mengalami kenaikan, harga di pasaran pun demikian. Selain itu, beberapa pembangkit listrik juga menggunakan tenaga diesel. Akhirnya, konsumen pun akan terdampak.

    “Kenaikan BBM dalam jangka pendek pasti akan berdampak, baik bagi sektor rumah tangga maupun industri. Kepada rumah tangga, pasti akan menambah beban biaya hidup, ” pungkasnya.

    Tidak hanya itu, dampak kepada inflasi yang meningkat pun akan mencederai masyarakat. Hal tersebut akan mengurai nilai riil dari uang yang dimiliki. Padahal, kenaikan upah minimum tidak sebesar inflasi tahun ini yang diperkirakan akan melebihi lima persen apabila tidak dikendalikan dengan baik. Akhirnya, efek domino akan mengenai masyarakat.

    “Disisi lain, suku bunga Bank Indonesia pun sudah mulai meningkat. Artinya, nanti suku bunga pinjaman juga bisa meningkat, ” tambahnya.

    Kenaikan suku bunga pastinya akan semakin membebani masyarakat, dengan kenaikan nominal angsuran. Dikhawatirkan, hal tersebut akan meningkatkan angka kemiskinan karena efek yang dihasilkan. Dan menambah deretan golongan masyarakat miskin ataupun rentan miskin.

    “Skema subsidi yang diberikan hanya menjangkau untuk kelompok miskin. Belum atau tidak menjangkau kelompok rentan miskin yang jumlahnya berlipat, ” jelasnya.

    Pada akhir, ia menghimbau untuk masyarakat selalu siap dengan keadaan ekonomi yang dinamis. Disisi lain, setiap keputusan ekonomi tidak hanya diambil karena faktor ekonomi, melainkan banyak intervensi dari lainnya. (*)

    Penulis: Afrizal Naufal Ghani

    Editor: Nuri Hermawan

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Salurkan BLT BBM, Pakar Ekonomi UNAIR: Itu...

    Artikel Berikutnya

    Prajurit Yonkapa 2 Marinir, Gelar Latihan...

    Berita terkait