SURABAYA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diberi amanat oleh UU HAM untuk memajukan dan menegakkan HAM di Indonesia. Untuk menjalani amanat tersebut, Komnas HAM dalam empat tahun terakhir sedang mengembangkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) yang dapat dijadikan standar acuan bagi semua orang (terutama pemerintah, parlemen, dan penegak hukum) untuk menjalankan wewenangnya sesuai dengan standar HAM.
Pada Rabu siang (21/9/2022), Komnas HAM mengunjungi Human Rights Law Studies (HRLS) FH UNAIR untuk mendiseminasikan SNP tersebut. Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga, yang hadir pada kunjungan itu, menuturkan bahwa telah terdapat sepuluh SNP yang sudah dirilis secara daring di laman Komnas HAM.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Beberapa topik yang dinormakan adalah terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak-hak korban pelanggaran HAM berat, kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak atas kesehatan, dan hak asasi manusia atas tanah dan sumber daya alam.
Sandrayati juga menuturkan bahwa SNP ini juga mengakomodir standar-standar khusus bagi kelompok rentan, seperti perempuan, difabel, masyarakat adat, dan anak.
“SNP ini sudah kami diseminasikan di berbagai lembaga pemerintahan dan kehakiman, seperti KemenkoPolhukam, Kemenkes, Bappenas, dan Mahkamah Agung. Kami juga menghasilkan kesepakatan dengan Serikat Pengajar HAM (SEPAHAM) agar SNP ini dijadikan referensi dan acuan dalam pengajaran HAM dan cabang ilmu hukum yang lainnya, ” ujar aktivis HAM itu.
Dalam pertemuan itu juga, Komnas HAM juga mensosialisasikan Pusat Sumber Daya HAM Nasional (Pushadamnas) yang ibaratnya adalah one-stop shop terkait urusan HAM. Ia merupakan sistem informasi berbasis elektronik untuk penerimaan, pengelolaan, pengolahan, dan pemanfaatan data, informasi, instrumen HAM, dan pengembangan jejaring sumber daya manusia di bidang HAM. Sandrayati berkata bahwa harapannya Pushadamnas dapat menjadi penghubung informasi dari internal Komnas HAM maupun eksternal.
“Ia diharapkan pula dapat mengolah data dan informasi menjadi indikator dalam pengambilan kebijakan oleh aparatur negara, serta peningkatan kesadaran HAM untuk aparatur negara dan masyarakat, ” tutupnya.
Penulis: Pradnya Wicaksana
Editor: Nuri Hermawan